“Eksistensi Tren Investor Milenial Solusi Pendidikan atau Sebuah Krisis?”

 

Seperti yang kita ketahui, pendidikan di Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang lumayan pesat. Rata-rata pendidikan di Indonesia masa kini mulai menggalakan pendidikan berbasis internet guna mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju lainnya. Mengutip data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia taahun 2023. Dari hasil survei penetrasi Indonesia 2024 yang dirilis APJII, maka tingkat penetrasi internet Indonesia menyentuh angka 79,5%yang didominasi oleh generasi milenial yang cenderung melek digital.[1] Segala hal bisa diakses oleh generasi-generasi muda saat ini. Hal ini tentu membuat ruang lingkup pendidikan juga semakin luas dan kompleks. Para pengajar dituntut untuk mampu mengimbangi pola pikir generasi milenial yang semakin maju. Salah satunya adalah menyikapi tren investor mienial yang semakin menjamur saat ini.

 

Ciri khas generasi milenial adalah senang memiliki gaya hidup yang nyaman, meskipun penghasilan mereka terbatas. Milenial memiliki banyak kebutuhan dan keinginan. Tentu biaya untuk memenuhi berbagai tujuan tersebut akan naik setiap tahunnya karena adanya inflansi. Dilihat melalui kacamata pendidikan, tren investor milenial tentu sebuah hal yang menggembirakan karena itu artinya kesadaran generasi milenial akan pentingnya memiliki tabungan di masa depan mulai terbentuk. Selain itu tren ini juga melahirkan generasi-genarasi yang memiliki pola berpikir kiritis, cermat, serta siap menghadapi persoalan-persoalan ketika terjun ke dunia kerja. Terbentuknya minat generasi muda terhadap kesadaran akan pentingnya berinvestasi menyebabkan gaya hidup konsumtif perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Perilaku gaya hidup konsumtif ini membawa dampak tidak baik karena ikut berimbas terhadap beban neraca perdagangan dan terhadap ketahanan pangan nasional dalam negeri. Secara jangka panjang, tren investor milenial juga tentu akan berimbas kepada metode pembelajaran serta pengaruh terhadap disiplin ilmu yang menuntut lembaga atau institusi berwenang harus semakin inovatif dan terkini itu artinya hal ini membawa iklim baik bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.

Namun, pertumbuhan pasar modal yang didominasi generasi milenial ternyata tidak sepenuhnya membawa dampak poitif. Pasalnya pertumbuhan investor tersebut tidak diiringi dengan pengetahuan investor mengenai soal profil risiko, pentingnya mengelola risiko dan sarana investai di pasar saham. Salah satu kendalanya adalah dampak tingkat pendidikan masyarakat yang sebagian masih rendah dan juga minimnya edukasi masyarakat terkait  investasi di pasar modal. Prefensi investor dalam hal investai tersebut, erat kaitannya dengan penilaian terhadap return dan risiko berinvestasi. Latah ikut-ikutan membeli efek saham secara langung tanpa dibekali pengetahuan yang cukup juga pada akhirnya bisa membuat tingkat setres meningkat dan keuangan berantakan. Niat untung malah menjadi buntung. Imbas dari hal ini kemudian membuat sebagian orang pada akhirnya mencari jalan pintas guna menyelesaikan persoalan tersebut dengan berhutang kepada teman atau yang sedang ramai saat ini adalah melalui pinjaman online. Tren ini tentunya harus dilandasi oleh pemikiran sehat bukan hanya sekadar dipengaruhi sindrom FOMO alias Fear of Missing Out dimana investor muda bertindak implusif hanya karena takut ketinggalan momentum tren yang sedang ada. Motivasinya bisa karena lingkungan pergaulan, atau pengaruh media sosial. Bagi penderita FOMO, kegagalan mengikuti tren bisa mendorong rasa tidak puas terhadap hidupnya dibandingkan orang lain, sehingga tanpa pikir panjang mereka terjun ke dunia pasar  modal tanpa perbekalan penggentahuan yang cukup.

Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah memegang peranan penting dalam membangun budaya literasi sehingga setiap orang mampu memaknai informasi secara kritis dan mampu mengembangkan skilnya sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan buku-buku yang berkualitas, akses informasi yang efisien, serta inovasi-inovasi yang “kekinian” melalui evaluasi sistem manajemen informasi yang memadai atau melakukan sharing knowledge sehingga pola berpikir anak dalam keluarga tidak melulu tentang pemenuhan life style tetapi juga tentang pentingnya membekali diri menghadapi tantangan dengan kondisi di masa depan.

 

 

 

 

 

 


[1] https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang

 

 

 

 

 

 

TangiTuru Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis , Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis
tarzan kembar - 12 Feb, 2025 Balas Komen

sangat menginspirasi

You must be logged in to post a comment.
TangiTuru.com - 13 Feb, 2025 Balas Komen

Hm

You must be logged in to post a comment.

Gabung Dengan Komunitas Untuk Berkomentar


Rekomendasi Untuk Anda
Tentang Penulis