Di Balik Tirai Gelap Child Grooming

 

Sepanjang tahun 2023, Indonesia dilanda berbagai pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap anak. Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), mengatakan tingginya kasus kekerasan terhadap anak menjadi tantangan tersendiri yang harus diusut secara cermat, kekerasan yang terjadi baik secara fisik maupun nonfisik, serta di dunia nyata maupun di media sosial.

Menurut informasi dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), dalam periode Januari sampai dengan November 2023, terdokumentasikan sebanyak 15.120 kasus kekerasan terhadap anak. Dari jumlah tersebut, 12.158 korban adalah anak perempuan, dan 4.691 korban adalah anak laki-laki. Kasus kekerasan seksual mendominasi sebagai jenis kekerasan dengan jumlah korban terbanyak, menempati posisi puncak sejak tahun 2019 hingga tahun 2023.

Dan dari sekian banyak jenis kekerasan seksual pada anak, salah satu yang marak terjadi adalah Child grooming.

Lebih Jauh Tentang Child Grooming

Menurut Nasional Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), grooming adalah usaha membangun ikatan, kepercayaan, dan hubungan emosional dengan anak atau remaja dengan tujuan untuk memanipulasi, mengeksploitasi, dan melecehkannya. (Dalam Andaru, 2021)

Berlandaskan pada sebagian undang-undang di Indonesia, batas usia dewasa atau legal berkisar antara 18 hingga 19 tahun. Jika seseorang berada di bawah batas usia tersebut, mereka termasuk dalam kategori anak-anak hingga remaja. Lalu ketika ada orang yang berusia lebih dari 18 tahun terlibat dalam hubungan dengan anak di bawah umur, risiko kekerasan terhadap anak-anak dan remaja akan meningkat.

Child grooming terjadi ketika pelaku mempunyai niat tertentu untuk memanipulasi pemikiran anak kecil, misalnya predator menargetkan anak-anak untuk mempengaruhi cara berpikir mereka agar menjadi lebih patuh serta mengikuti arahan dan perintahnya.

Proses ini umumnya memakan waktu yang panjang dan pelaku cenderung memilih korban yang kurang percaya diri atau yang sedang memiliki hubungan tidak baik dengan keluarganya.

Anna Sruti Artiani, psikolog anak  Universitas Indonesia menjelaskan, grooming ada banyak bentuknya dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Pada situasi tertentu, pelaku mungkin mendekati keluarga  korban agar korban tidak sadar bahwa dirinya sedang dimanipulasi.

Grooming adalah bagian dari kekerasan seksual, meskipun pelakunya mengatakan bahwa mereka hanya mencari kesenangan atau  teman bicara. Berkencan dengan anak di bawah 18 tahun tetaplah kekerasan seksual terhadap anak.

Para remaja seringkali tertarik pada orang dewasa karena para groomer kerap menggunakan taktik sanjungan, hadiah atau perhatian, sehingga anak merasa dirinya spesial dan dihargai. Tidak jarang mereka juga mencoba membujuk seorang anak untuk melakukan sesuatu yang tidak pantas dan nanti anak akan dibuat merasa bertanggung jawab atas situasi tersebut.

Child grooming bukanlah suatu taktik baru dalam kasus kekerasan maupun pelecehan seksual. Hal ini menjadi pintu masuk yang menyebabkan peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Cara Kerja Sang Predator

Dikutip dari akun Instagram Perempuan berkisah, cara kerja child grooming yang pertama adalah Membangun Hubungan Emosional. Bentuk hubungan ini bisa berbeda-beda, mereka bisa mencoba meyakinkan anak muda bahwa mereka sedang menjalin hubungan cinta sebagai pacar. Salah satu aspek grooming yang menyeramkan adalah caranya yang sangat mirip dengan hubungan yang benar-benar positif.

Yang kedua Menjadi Sosok Pemimpin dan Peduli. Groomer pada umumnya menjadi semacam pembimbing bagi anak-anak muda sebagai targetnya membuat mereka berpikir bahwa groomer adalah seseorang yang dapat membantu mereka atau mengajari mereka banyak hal. Kadang-kadang mereka akan menjadi sosok dominan dalam kehidupan calon korbannya mungkin dengan memiliki hubungan dengan orang tua atau pengasuh mereka.

Yang ketiga Mengendalikan Kehidupan Korban. Dari sekian tahap yang dilakukan groomer mereka akan berusaha mengendalikan korbannya (anak muda). Hal ini memungkinkan bagi groomer untuk memanipulasi atau memaksa mereka melakukan aktivitas seksual. Jika korban sudah jatuh cinta, maka kendali groomer atas kekuatan korban semakin kuat. groomer dapat secara emosional memeras anak tersebut dengan mengancam atau menjauh dan menghentikan hubungan atau tidak lagi  pemberian khusus.

Yang keempat Menjaga Kerahasiaan Identitas. Dalam semua kasus, groomer akan berusaha untuk memastikan bahwa korbannya tidak akan memberitahu orang lain tentang pelecehan yang dilakukannya, dengan memberitahu mereka untuk tetap menjaga merahasiakan identitasnya dan perbuatannya.

Maka dari itu, Edukasi Seksual harus menjadi salah satu poin utama dalam pembelajaran. Orang Tua menjadi peranan penting dalam hal ini, Anak harus diberikan pengertian yang benar dan ilmiah mengenai alat reproduksi, siapa saja yang boleh menyentuhnya, dan langkah apa yang harus dilakukan jika menghadapi sesuatu yang mengancam. Orang tua juga harus lebih aware terhadap lingkup pertemanan sang anak, lalu harus tetap mengontrol media sosial yang dimiliki anaknya.

Tetaplah waspada terhadap peristiwa Child Grooming ini, jika terlihat tanda-tanda kekerasan seksual pada anak, segera laporkan pada pihak yang berwenang dan jangan segan untuk berkunjung ke psikolog untuk mengatasi trauma dari korban.

 

 

TangiTuru Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis , Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis

Gabung Dengan Komunitas Untuk Berkomentar


Rekomendasi Untuk Anda
Tentang Penulis

Saya sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi,