Jürgen Habermas adalah seorang filsuf dan teoritisi sosial yang lahir di kota Dusseldorf, Jerman, pada tanggal 18 Juni 1927. Seorang anak dari keluarga kelas menengah yang agak tradisonal. Sang Ayah pernah menjabat sebagai direktur Kamar Dagang di kota kelahirannya. Pengalaman pahitnya sewaktu masih remaja yang ditandai dengan dua peristiwa besar yaitu Perang Dunia ke-II dan pengalaman hidupnya di bawah rezim nasionalis-sosialis Adolf Hitler, turut andil dalam membentuk konstruksi pemikirannya dikemudian hari.
Pendidikan tingginya berawal dari sebuah univesitas di kota Gottingen. Pada saat di Gottingen, Jurgen Habermas belajar kesusasteraan Jerman, sejarah, dan filsasat. Ia juga mempelajari bidang-bidang lain seperti psikologi dan ekonomi. Selang beberapa tahun setelah ia pindah ke Zurich, Jürgen Habermas kemudian melanjutkan studi filsafatnya di Universitas Bonn di mana ia memperoleh gelar doktor dalam bidang filsafat setelah ia mempertahankan desertasinya yang berjudul “das Absolut und die Geschichte” (yang Absolut dan Sejarah), suatu studi tentang pemikiran Friedrich Schelling.
Ketika menjabat sebagai profesor filsafat di Heidelberg, yang mana salah satu teman kerjanya adalah seorang ahli hermeneutika ternama pada waktu itu, Hans-Georg Gadamer, empat tahun kemudian ia menerima tawaran untuk mengajar dan mengabdi sebagai guru filsafat dan sosiologi di Universitas Frankfurt.
Beragam penghargaan telah banyak diraih olehnya, pada tahun 1979, Der Spiegel menganugrahinya sebagai ’ilmuwan paling berpengaruh’ di Jerman. Bahkan terhitung sejak 1994 sampai sekarang ia menjadi guru besar emeritus bidang filsafat di Johann Wolfgang Goethe-Universitat, Frankfurt.
A. Pemikiran-pemikiran
Ciri khas dari filsafat kritisnya adalah, bahwa ia selalu berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan-hubungan sosial yang nyata. Pemikiran kritis merefleksikan masyarakat serta dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan emansipasi. Filsafat ini tidak mengisolasikan diri dalam menara gading teori murni. Pemikiran kritis merasa diri bertanggung jawab terhadap keadaan sosial yang nyata. Berikut adalah beberapa pemikiran-pemikiran pokok dari Jürgen Habermas.
1. Masyarakat, sejarah, dan paradigma komunikasi
Perkembangan filsafat sosial sejak Marx sudah disibukkan dengan usaha mempersatukan teori dan praksis. Masalahnya adalah bagaimana pengetahuan tentang masyarakat dan sejarah bukan hanya sebuah kontemplasi, melainkan mendorong “praksis perubahan sosial‟. Praksis ini bukanlah tingkah laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai mahluk sosial. Dengan demikian praksis diterangi oleh “kesadaran rasional‟, karenanya bersifat emansipatoris.
Habermas dalam eseinya, Labor and Interaction: Remarks on Hegel’s Jena ‘Philosophy of Mind”, mengatakan bahwa Hegel memahami praksis bukan hanya sebagai pekerjaan, melainkan juga “komunikasi”. Karena praksis dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukan alam dengan kerja, melainkan juga dalam interaksi intersubjektif dengan bahasa sehari-hari. Jadi seperti halnya kerja membuat orang berdistansi dari alamnya, bahasa memungkinkan distansi dari persepsi langsung, sehingga baik kerja maupun bahasa berhubungan tidak hanya dengan praksis, tetapi juga dengan rasionalitas.
Habermas memperlihatkan kelemahan para pendahulunya, alasannya karena tidak hanya mengandaikan praksis sebagai kerja, yang disebutnya srbagai tindakan rasional bertujuan, melainkan juga rasionalisi sebagai penaklukan kekuasaan atau apa yang disebutnya rasio yang berpusat pada subjek. Modernisasi kapitalis berjalan timpang karena mengutamakan rasionalisasi dalam bidang subsistem-subsistem tindakan rasional bertujuan, serta mengesampingkan rasionalisasi di bidang kerangka kerja institusional atau komunikasi.
Rasionalisasi praksis komunikasi ini adalah dasar khas teori sosial Habermas. Habermas menerima asumsi Marx bahwa sejarah berjalan menurut logika perkembangan tertentu, hanya saja ia tidak setuju bahwa teknologi dan ekonomi menjadi motor perkembangan sejarah. Apa yang Marx sebut dengan produksi masyarakat, menurutnya justru dimungkinkan oleh proses belajar dimensi praktis moral masyarakat itu, yakni prinsip-prinsip organisasinya. Jadi, kapitalisme adalah sebuah kasus dalam evolusi sosial dan dalam kasus itu, prinsip organisasi kapitalis memungkinkan ekonomi dan teknologi mengatur interaksi sosial. Hal ini dikarenakan kapitalisme hanyalah sebuah kasus, peranan teknologi dan ekonomi tidak bisa diuniversalkan untuk segala zaman dan segala bentuk formasi sosial.
Dengan asumsi bahwa masyarakat pada hakekatnya bersifat komunikatif, Habermas kemudian mengganti paradigma produksi dari materialisme sejarah itu dengan paradigma komunikasi. Jadi sebagai ganti peranan cara-cara produksi, ia mengutamakan peranan struktur-struktur komunikasi sosial dalam perubahan masyarakat. Struktur-struktur komunikasi ini, menurut Habermas lebih hakiki untuk masyarakat dari pada cara-cara produksi, sebab cara-cara produksi yang juga melibatkan proses belajar berdimensi teknis itu diatur oleh struktur-struktur komunikasi.
2. Alternatif Habermas: Rasio Komunikatif dan Pencerahan
Habermas berpendapat bahwa kritik hanya akan maju dengan landasan rasio komunikatif yang dimengerti sebagai praksis komunikasi atau tindakan komunikatif. Ditegaskan lagi bahwa masyarakat pada hakekatnya komunikatif dan yang menentukan perubahan sosial bukanlah semata-mata perkembangan kekuatan produksi atau teknologi, melainkan proses belajar dalam dimensi praktis etis.
Dalam rasio komunikatif, sikap mengobjektifkan yang membuat subjek pengetahuan memandang dirinya sebagai entitas-entitas di dunia luar tidak lagi istimewa. Hubungan ambivalaen subjek kepada dirinya (memandang diri sebagai subjektivitas yang bebas sekaligus objektifikasi diri yang memperbudak) dihancurkan oleh intersubjektivitas. Rasio tersebut tidak berasimilasi dengan kekuasaan. Singkatnya, rasio yang berpusat pada subyek, termasuk pencampuradukan (amalgama) pengetahuan dan kekuasaan, dapat dihancurkan dengan inter subjektivitas rasio komunikatif. Atas dasar paradigma baru itu, Habermas ingin mempertahankan isi normatifnya. Isi normatif modernitas adalah apa yang disebut dengan rasionalisasi dunia kehidupan dengan dasar rasio komunikatif. Dunia kehidupan terdiri dari kebudayaan, masyarakat dan, kepribadian. Rasionalisasi dunia kehidupan ini dimungkinkan lewat tindakan komunikatif.
Rasionalisasi akan menghasilkan tiga segi. Peertama, reproduksi kultural yang menjamin bahwa dalam situasi-situasi baru yang muncul, tetap ada kelangsungan tradisi dan koherensi pengetahuan yang memadai untuk kebutuhan konsensus dalam praktek sehari-hari. Kedua, integrasi sosial yang menjamin bahwa dalam situasi-situasi yang baru, koordinasi tindakan tetap terpelihara dengan sarana hubungan antarpribadi yang diatur secara legitim dan kekonstanan identitas-identitas kelompok tetap ada. Ketiga, sosialisasi yang menjamin bahwa dalam siatuasi-situasi baru, perolehan kemampuan umum untuk bertindak bagi generasi mendatang tetap terjamin dan penyelarasan sejarah hidup individu dan bentuk kehidupan kolektif tetap terpelihara.
Ketiga segi ini memastikan bahwa situasisituasi baru dapat dihubungkan dengan apa yang ada di dunia ini melalui tindakan komunikatif. Di dalam komuniksi itu, para partisan melakukan komunikasi yang memuaskan. Para partisan ingin membuat lawan bicaranya memahami maksudnya dengan berusaha mencapai apa yang disebut dengan Validity of Claims. Klaim-klaim inilah yang dipandang rasional dan akan diterima tanpa paksaan sebagai hasil konsensus.
Dalam bukunya yang berjudul The Theory of Communicative Action, Habermas menyebut empat macam klaim:
- Jika ada kesepakatan tentang dunia alamiah dan objektif, berarti mencapai klaim kebenaran (Truth).
- Jika ada kesepakatan tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial, berarti mencapai klaim ketepatan (Rightness).
- Jika ada kesepakatan tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi seseorang, berarti mencapai klaim autentisitas atau kejujuran (Sincerety).
- Terakhir jika mencapai kesepakatan atas klaim-klaim di atas secara keseluruhan, berarti mencapai klaim komprehensibilitas (Comprehensibility).
Gabung Dengan Komunitas Untuk Berkomentar