Hai, kenalin, aku Van.
Kalian tau Nata? Dalam kehidupan sehari-hari, nata yang sering kita jumpai adalah Nata de coco. Tau kah kalian bagaiman cara membuat nata?
Nata merupakan jaringan fiber yang kuat yang dihasilkan oleh bakteri selulosa. Salah satu bakteri selulosa yang dapat menghasilkan nata adalah Acetobacter xylinum. Nata dapat dibuat dari berbagai macam buah-buahan yang mengandung gula. Gula ini akan digunakan oleh bakteri selulosa sebagai substrat untuk pertumbuhannya. Selain itu, nitrogen juga dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri tersebut (Ching dan Muhamad, 2007).
Nata merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah dari industri pangan, seperti pada nata de coco yang menggunakan air kelapa tua. Air kelapa tua tersebut merupakan limbah industri pengolahan kelapa. Selain itu, dua macam buah yang digunakan bahan baku pembuatan nata adalah kelapa dan nanas (Ching dan Muhamad, 2007).
Pembuatan nata mempunyai beberapa tahap. Tahap pertama adalah pencampuran air kelapa atau jus nanas dengan gula dan kultur bakteri Acetobacter xylinum. Tahap selanjutnya adalah pendinginan di suhu ruang yang diikuti dengan inkubasi selama 7 hari. Setelah nata terbentuk, nata dicuci dengan air dan direndam dalam NaOH 2%. Perlakuan tersebut dilakukan untuk menghilangkan komponen non-selulosa dan menghilangkan sisa bakteri yang ada. Komponen non-selulosa dibuang dengan tujuan untuk menjaga ikatan hidrogen pada nata, sehingga sifat mekanis selulosa tetap terjaga. Prinsip pembentukan nata adalah sukrosa dihidrolisis oleh air menjadi glukosa, kemudian glukosa tersebut akan digunakan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat untuk membentuk selulosa (Piluharto, 2003).
Menurut Wowor et al. (2007), hasil akhir nata dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi sumber N. Sumber N yang digunakan adalah amonium sulfat dan urea dengan konsentrasi yang berbeda, masing-masing 2.5 gram/liter dan 5 gram/liter. Hasil yang didapat dari parameter yang diamati pada ketebalan nata yang terbentuk, nata yang paling tebal dihasilkan dengan menggunakan amonium sulfat 2.5 gram/liter. Pada penambahan amonium sulfat 2.5 gram/liter juga menghasilkan berat nata yang paling besar serta warna yang paling putih. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Wowor et al. (2007), nata yang paling baik dihasilkan dengan menggunakan amonium sulfat 2.5 gram/liter air kelapa. Hal ini disebabkan oleh kemampuan amonium sulfat untuk menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter aceti. Aktivitas bakteri Acetobacter aceti dapat menghambat aktivitas Acetobacter xylinum untuk menghasilkan polisakarida yang lebih banyak. Namun, penambahan amonium sulfat yang terlalu tinggi akan menurunkan pH dari medium, sehingga aktivitas Acetobacter xylinum berkurang dan kualitas nata yang dihasilkanpun lebih buruk.
Variasi konsentrasi sukrosa yang digunakan dalam pembuatan nata de coco dapat mempengaruhi berat, ketebalan, dan serat nata. Dalam penelitian Setiaji et al (2002), konsentrasi sukrosa yang ditambahkan adalah 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%. Hasil percobaan jurnal ini, konsentrasi sukrosa yang semakin tinggi akan meningkatkan berat, ketebalan, dan serat nata. Mekanisme yang terjadi adalah sukrosa dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh bakteri. Glukosa dan fruktosa tersebut menjadi substrat Acetobacter xylinum untuk melakukan metabolisme sel. Acetobacter xylinum juga mengeluarkan enzim yang dapat mensintesis polisakarida dari glukosa. Polisakarida ini akan membentuk jaringan fiber yang kuat, ini yang disebut nata. Fruktosa digunakan sebagai sumber energi dan menstimulasi sintesis enzim ekstraseluler polimerase. Jadi, semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang ditambahkan, akan mempercepat mekanisme pembentukan nata, sehingga berat, ketebalan, dan serat nata meningkat. Menurut Susiantari (1994), konsentrasi sukrosa yang terbaik dalam pembuatan nata adalah 1.5% karena konsentrasi sukrosa yang terlalu tinggi akan mengakibatkan nata menjadi keras dan sulit untuk digigit.
Pada pembuatan nata de pina (Ching dan Muhamad, 2007), dilihat dari waktu fermentasinya yaitu 4, 8, 10, dan 13 hari, waktu fermentasi ini mempengaruhi berat nata yang dihasilkan. Waktu fermentasi 13 hari menghasilkan nata yang paling berat, namun perbedaan berat nata tidak signifikan antara fermentasi selama 10 hari dengan fermentasi selama 13 hari. Setelah melalui proses fermentasi, kandungan glukosa menurun secara drastis. Konsentrasi glukosa yang menurun pada saat fermentasi dikarenakan bakteri Acetobacter xylinum menggunakan glukosa sebagai sumber energi untuk memproduksi selulosa yang disebut nata.
Menurut Jagannath et al. (2008), dibandingkan dengan sukrosa dan amonium sulfat, pH lebih mempengaruhi produktivitas selulosa oleh Acetobacter xylinum. pH optimum Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa adalah 4-5. Selain itu, Jagannath et al. (2008) juga meneliti tentang pengaruh konsentrasi amonium sulfat, konsentrasi sukrosa, dan pH dari medium. Pada pH 4, 10% sukrosa dan 0.5% amonium sulfat akan menghasilkan tekstur nata de coco yang paling baik.
Jadi, nata yang paling baik dapat dihasilkan dengan menggunakan sumber nitrogen amonium sulfat dengan konsentrasi 2.5 gram/liter air kelapa. Konsentrasi sukrosa 1.5% merupakan yang paling sesuai sebagai sumber energi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Tidak hanya itu, produktivitas selulosa juga dipengaruhi oleh pH dan pH optimum bakteri Acetobacter xylinum adalah 4. Pembuatan nata ini juga sebaiknya dilakukan selama 13 hari.
Referensi :
Ching, C. H. dan I. I. Muhamad. “Evaluation and Optimization of Microbial Cellulose (Nata) Production Using Pineapple Waste as Substract.” Chemical Engineering (2007). https://openurl.ebsco.com/EPDB%3Agcd%3A9%3A5993609/detailv2?sid=ebsco%3Aplink%3Ascholar&id=ebsco%3Agcd%3A151690238&crl=c&link_origin=www.google.com
Jagannath, A, A Kalaiselvan, S S Manjunatha, P S Raju, dan A S Bawa. “The Effect of pH Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on The Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum”, Journal of Microbiology Boitechnology 24 (2008: 2593-2599). https://www.researchgate.net/publication/225690057_The_effect_of_pH_sucrose_and_ammonium_sulphate_concentrations_on_the_production_of_bacterial_cellulose_Nata-de-coco_by_Acetobacter_xylinum
Piluharto, Bambang. “Kajian Sifat Fisik Film Tipis Nata de coco Sebagai Membran Ultrafiltrasi.” Jurnal Ilmu Dasar Volume 4 No.1 (2003): 52-57.https://scholar.google.com.my/citations?view_op=view_citation&hl=id&user=N6x5KHsAAAAJ&citation_for_view=N6x5KHsAAAAJ:u5HHmVD_uO8C
Setiaji, Bambang, Ani Setyopratiwi, dan Nahar Cahyandaru. “Exploiting A Benefit of Coconut Milk Skim in Coconut Oil Process as Nata de coco Substrate,” Indonesian Journal of Chemistry 2, no. 3 (2002): 167-172. https://journal.ugm.ac.id/ijc/article/download/21912/14617
Wowor, Liana Y., Mufidah Muis, dan Abd. Rahman Arinong. “Analisis Usaha Pembuatan Nata de coco dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N yang Berbeda.” Jurnal Agrisistem Volume 3 No.2 (2007): 77-86.
Gabung Dengan Komunitas Untuk Berkomentar